Selasa, 17 April 2012

Selasa, April 17, 2012
Unsur-unsur Pokok Hadits:
1.   Sanad, secara bahasa “sandaran” atau “sesuatu yang dijadikan sandaran”. Secara istilah adalah silsilah para perawi yang menyampaikan hadits dari sumbernya yang pertama. Usaha seorang ahli hadits dalam menerangkan suatu hadits yang diikuti dengan penjelasan kepada siapa hadits itu disandarkan disebut mengisnadkan hadits. Hadits yang telah diisnadkan oleh musnid (orang yang mengisnadkan) disebut dengan musnad.
2.   Matan, secara bahasa “tanah yang meninggi”. Secara istilah adalah lafazd-lafazd hadits yang mengandung makna tertentu.
3.   Rawi, secara bahasa” orang yang memberitakan hadits. Secara istilah adalah orang yang menerima hadits dan kemudian yang membukukannya.

Kedudukan dan Fungsi Hadits
-Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam. Berdasarkan QS. an-Nisa: 136, Ali Imran: 32, an-Nisa: 59, al-Hasyr: 7, al-Maidah: 92, an-Nur: 54.
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya  (QS.An-Nisa: 136).

Berdasarkan hadits Nabi: “ taraktu fiikum amraini lan tadillu abada maa in tamassaktum bihima kitaballah wa sunnata Rasulillahi(aku tinggalkan dua urusan kepadamu yang kalian tidak tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasulullah).
Hadits tentang Rasulullah ketika mengutus Muazd bin Jabal untuk menjadi hakim di Yaman.

-Fungsi hadits terhadap al-Qur’an
Bayan at-taqrir atau bayan at-ta’kid, atau bayan al-isbat, yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Contoh: faidza raitumuuhu fashuumuu waidza raitumuuhu fa’aftiruu fain ghumma ‘alaikum faqduruu lahu (apabila kamu melihat bulan maka berpuasalah. Apabila kamu melihat bulan maka berbukalah). Hadits ini memperkuat QS. al-Baqarah: 185:
Barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa (QS. al-Baqarah: 185).

Bayan at-Tafsir, memberikan rincian atau tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberi taqyid kepada ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlak, mentakhsis ayat al-Qur’an yang masih umum. Contoh hadits “Salluu kamaa raaitumuu ni ushalli” (shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat). Hadits tersebut menjelaskan tata cara menjalankan  shalat dalam QS al-Baqarah: 43:
Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' (QS. al-Baqarah: 43).

Bayan at-Tasyri’, mewujudkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Contoh tentang hadits: “bahwasannya Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”.

Bayan nasakh. Secara bahasa berarti membatalkan, menghilangkan, memindahkan, atau mengubah. Secara istilah adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada karena datangnya kemudian. Contoh hadits: Laa wasiyyata liwaarisin (tidak ada wasiat untuk ahli waris). Menasakh  QS. al-Baqarah: 180:
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS.al-Baqarah: 180).

1.   Golongan Yang Menolak Kehujjahan Hadits, berdasarkan:
·       Firman Allah swt QS. an-Nahl: 89.
Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS. An-Nahl:89).



·       Andaikata hadits sebagai hujjah, niscaya Rasulullah saw memerintahkan menulisnya dan para sahabat dan tabi’in segera mengumpulkan hadits.
Kehujjahan golongan yang menolak hadits kurang tepat, sebab:
·       Al-Qur’an memuat dasar-dasar agama dan qaidah-qaidah umum dan sebagian nashnya telah diterangkan dengan jelas dan sebagian yang lain diterangkan Rasulullah saw, karena memang beliau diutus Allah untuk menjelaskan kepada manusia hukum-hukum al-Qur’an. Maka penjelasan Rasulullah tentang hukum-hukum itu adalah penjelasan al-Qur’an juga. Firman Allah swt QS. an-Nahl: 44.

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,

[829]  Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.

·       Larangan Rasulullah saw menulis hadits, sebagaimana diriwayatkan hadits shahih, tidak menunjukkan ketiadaan kehujjahan dari hadits. Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan waktu itu yang lebih utama adalah menulis al-Qur’an.
(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Hadis oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda) 





0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan