Jumat, 11 Mei 2012

Jumat, Mei 11, 2012
2

ULUMUL QUR’AN

Pengertian Ulumul Qur’an
Kalimat Ulumul Qur’an terdiri dari dua kata, ulum (bentuk jamak dari kata ilmun) dan Al-Qur’an, merupakan Kitab Suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi pedoman hidup manusia.
secara bahasa, ulumul Qur’an berarti “ilmu-ilmu al-Qur’an”.
Secara istilah adalah sekumpulan ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.

Menurut M. Abd. Azim al-Zarqani, Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukh, penolakan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.

Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an  
Adapun pembahasan Al-Qur’an mencakup segala macam ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an. Bahkan Al-Suyuthi memperluasnya dengan memasukkan astronomi, ilmu ukur, kedokteran, dan sebagainya dalam pembahasan ulumul qur’an.
Namun demikian menurut Hasbi ash-Shiddiqiey pokok pembahasan ulumul qur’an mencakup beberapa persoalan saja; di antaranya: pertama, persoalan nuzul. Kedua, persoalan sanad. Ketiga, ada’ul qira’ah (cara membaca Al-Qur’an). Keempat, lafal Al-Qur’an. Kelima,  makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum. Keenam, makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal.

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya
Pada masa Nabi dan Sahabat, ulumul qur’an belum dikenal sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan dibukukan, sebab:
1.  Para sahabat adalah orang Arab asli yang tahu betul struktur bahasa Arab yang tinggi dan apabila belum memahami Rasul akan menjelaskan maksudnya.
2.  Para Sahabat sedikit sekali yang pandai  menulis.
3.  Adanya larangan menulis dari Rasul selain Al-Qur’an.
       Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, Al-Qur’an disampaikan melalui lesan.
Pada masa Khalifah Utsman, dilakukan kodifikasi dalam satu mushaf Imam. Sehingga Utsman dianggap meletakkan dasar ilmu rasmul qur’an atau ilmu rasmil utsmani.
Pada masa Khalifah Ali, terjadi penyeragaman bacaan Al-Qur’an, sehingga Ali dianggap perintis lahirnya ilmu nahwu dan I’rabul Qur’an.
       Pada abad ke-2 H, ulumul qur’an memasuki masa pembukuannya. Para ulama menekankan perhatian kepada ilmu tafsir. Tokohnya, Syu’bah Ibn Al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibn Uyainah (w. 198 H), Waki’ Ibn Jarrah (w. 197 H).
       Pada Abad ke-3 H, Ali bin al-Madany menulis tentang kitab tentang Asbabun Nuzul. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh mansukh, qira’ah, fadla’ilul qur’an. Muhammad ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang ilmu ma Nuzzila bi Makkata wa ma Nuzzila bil Madinati. Muhammad ibn Khallaf ibn al-Mirzaban menulis kitab al-Hawi fi Ulumil Qur’an.
       Pada abad ke-4 H, lahirlah ilmu gharibil qur’an dan beberapa kitab tentang ulumul qur’an. Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbari menulis kitab tentang Ajaibul Ulumil Qur’an. Abu hasan al-Asy’ari menulis tentang al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an. Abu Bakar al-Sijistani menulis Gharibul Qur’an. Abu Muhammad al-Qashab Muhammad ibn Ali al-Karkhi menulis Nuqatul Qur’an ad-Dalalatu alal Bayani fi Anwa’i Ulumi wal Ahkamil Munbiati an Ikhtilafil Anam. Muhammad ibn Ali al-Adfawi menulis tentang al-Istighna’ fi Ulumil Qur’an.
       Pada abad ke-5 H,muncul beberapa tokoh yang ahli dalam ilmu qiraat. Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi menulis kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an. Abu Amr al-Dani menulis kitab at-Taisir fil Qiraatis Sab’i dan al-Muhkamu fin Nuqath. Di samping itu juga lahir ilmu amtsalul qur’an antara lain yang dikarang al-Mawardi.
       Pada abad ke-6 H, lahir ilmu mubhamatul qur’an yang dikarang oleh Abu al-Qasim Abd Rahman al-Suhaili. Sedangkan Ibn al-jauzi menulis kitab Fununul Afnan fi ‘Ajaibi Ulumil Qur’an dan al-Mujtaba fi Ulumin Tata’allaqu bil Qur’an.
       Pada abad ke-7 H, Ibn Abd Salam yang dikenal dengan “al-Izz” mengarang kitab Majazul Qur’an. Alamuddin al-Sakhawi menulis kitab Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi, yang dikenal dengan al-Sakhawiah. Abu Syamah Abd Rahman ibn Ismail al-Maqdisi menulis kitab al-Mursyidul Wajiz fi ma Yata’allaqu bil Qur’anil Aziz.
       Pada abad ke-8 H, Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang Badail  Qur’an. Ibn Qayyim menulis tentang Aqsamul Qur’an. Najmuddin at-Tufi menulis Hujajul Qur’an. Badruddin Zarkasyi menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
       Pada abad ke-9 H, Jalaluddin al-Bulqini mengarang kitab Mawaqiul Ulumi min Mawaqi’in Nujumi. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji menulis tentang At-Tafsir fi Qawaidit Tafsir. Jalaluddin as-Suyuthi menulis kitab At-Tahbir fi Ulumit Tafsir dan al-Itqan fi Ululmil Qur’an. Setelah lahirnya karya monumental as-Suyuthi perkembangan ulumul qur’an mengalami kefakuman hingga abad 13.
       Pada abad ke-13 H, perhatian ulama terhadap ulumul qur’an bangkit kembali seiring dengan kebangkitan perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.


Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an
       Terdapat tiga pendapat tentang sejarah lahirnya istilah ulumul qur’an:
1.  Istilah ulumul qur’an digunakan pertama kali pada abad ke-7 H.
2.  Menurut al-Zarqani berpendapat lahirnya istilah ulumul qur’an seiring dengan dikarangnya kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karya Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal dengan sebutan al-Hufi. Berdasarkan ini istilah ulumul qur’an lahir pada abad ke-5 H.
3.  Menurut Subhi as-Salih, orang yang pertama kali menggunakan istilah ulumul qur’an adalah Ibn al-Mirzaban. Pendapat ini berdasarkan kajiannya tentang kitab-kitab yang menggunakan istilah ulumul qur’an. Menurutnya yang paling tua adalah kitab yang dikarang Ibn al-Mirzaban pada abad ke-3 H.

Urgensi Mempelajari Ulumul Qur’an:
1.  Untuk dapat memahami kalam Allah, sejalan dengan penjelasan Rasulullah saw, serta pendapat yang dikutip sahabat, dan tabi’in dari Nabi tentang kandungan al-Qur’an.
2.  Untuk dapat mengetahui cara dan gaya yang digunakan para mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an disertai penjelasan dari ahli tafsir ternama serta kelebihan-kelebihannya.
3.  Untuk mengetahui persyaratan dalam menafsirkan al-Qur’an. 









Apabila anda membaca Al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan anda. Tetapi bila anda membacanya sekali lagi, akan anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai anda menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. Ayat-ayat Al-Qur’an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang anda lihat. (Abdullah Darraz dalam al-Naba’ al-Azhim)




Al-Qur’an memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas … kesan yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlak… dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru), tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal, demikian kata Mohammed Arkoun.

(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Quran oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)










2 komentar:

  1. tetap berjuang dalam mencari ilmu khususnya ilmu agama,lebih ditambahkan lagi materinya biar tambah kuat teorinya

    BalasHapus
  2. ok akhy,syukran atas masukannya.....

    BalasHapus

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan