HADITS HASAN
I. PENDAHULUAN
Puji syukur
kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita
semua. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW. Semoga kita di akhir kelak mendapat syafaatnya. Amien.
Hadits adalah pedoman umat Islam setelah Al-Quran,
namun terlepas dari itu masih banyak umat Islam yang sedikit sekali
pemahamannya tentang hadits. Oleh karena itu, pemakalah akan mencoba membahas
ilmu hadits seputar hadits hasan, definisi, syarat, contoh, dan
permasalahan-permasalahan yang mencakup hadits hasan. Namun sudah barang tentu
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, pemakalah sangat
mengharapkan masukan, kritik, atau saran yang membangun untuk melengkapi
kekurangan yang ada di makalah ini.
A. Definisi
Menurut bahasa adalah merupakan sifat musyabbah dari kata al-husn, yang
berarti al-jamal (bagus). Sementara menurut istilah, para ulama’ mendefinisikan
hadits hasan sebagai berikut,
a. Al-Khathabi, hadits hasan adalah hadits yang diketahui
tempat keluarnya kuat, para perawinya masyhur, menjadi tempat beredarnya
hadits, diterima oleh banyak ulama, dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.1
b. At-Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang
diriwayatkan, yang di dalam sanadnya tidak ada rawi yang berdusta, haditsnya
tidak syadz, diriwayatkan pula melalui jalan lain.
c. Menurut Ibnu Hajar, hadits hasan adalah hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang adil, kedlobithannya lebih rendah dari hadits
shahih, sanadnya bersambung, haditsnya tidak ilal dan syadz.
d. Ungkapan yang senada dengan Ibnu Hajar juga diutarakan
oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.2
Menurut
Mahmud Tahhan, definisi yang lebih tepat adalah definisi yang diungkapakan oleh
Ibnu Hajar, yaitu yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang
adil, namun tingkat kedlobithannya kuarang dari hadits shahih, tidak ada
syudzudz dan illat.
B. Syarat Hadits Hasan
Adapun syarat hadits hasan sama dengan syarat hadits shahih, yaitu ada lima
namun tingkat kedlobitanya berbeda.
a. Sanadnya bersambung,
b. Perawinya adil, lebih rendah dari hadits shahih,
c. Dlobith,
d. Tidak ada illat,
e. Tidak ada syadz,
Hadits hasan
terbagi menjadi dua jenis: hasan lidzatihi (hasan dengan sendirinya) dan hasan
lighairihi (hasan dengan topangan hadits lain).
Apabila
hanya disebut “Hadits Hasan”, yang dimaksudkan adalah hadits hasan lidzatihi,
dengan batasan seperti tersebut di atas. Dinamakan hasan lidzatihi, karena
sifat kehasanannya muncul di luarnya. Dengan demikian, hasan lidzatihi ini
dengan sendirinya telah mencapai tingkatan shahih dalam berbagai
persyaratannya, meskipun nilanya sedikit di bawah hadits shahih berdasarkan
ingatan para perawinya.
Hadits hasan
lighairihi adalah hadits dloif yang memiliki sanad lebih dari satu. Sanad-sanad
yang ada menguatkan sanad yang dloif tersebut. Ada juga yang mendefinisikan
hadits hasan lighairihi sebagai hadits yang dalam isnadnya tersebut orang yang
tidak diketahui keadaaanya, tidak biasa dipastikan kelayakan atau
ketidaklayakannya. Namun ia bukan orang lengah yang banyak berbuat salah dan
tidak pula dituduh berbuat dusta. Sedangakan matannya didukung oleh mutabi’
atau syahid.
C. Hukum hadits Hasan
Bisa dijadikan sebagai hujjah (argument), sebagaimana hadits shahih,
meskipun dari segi kekuatannya berbeda. Seluruh fuqaha menjadikannya sebagai
hujjah dan mengamalkannya, begitu pula sebagian besar pakar hadits dan ulama’
ushul, kecuali mereka yang memiliki sifat keras. Sebagian ulama’ yang lebih
longgar mengelompokkannya dalam hadits shahih, meski mereka mengatakan tetap
berbeda dengan hadits shahih yang telah dijelaskan sebelumya.
D. Contoh Hadits Hasan
Dikeluarkan oleh Tirmidzi, yang berkata:
“Telah bercerita kepada kami Qutaibah, telah bercerita kepada kami
Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i, dari Abi Imran al-Juauni, dari Abu Bakar bin
Abi Musa al-Asyari, yang berkata: Aku mendengar bapakku berkata –di hadapan
musuh–: Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di
bawah kilatan pedang…”al-Hadits.
Hadits ini hasan karena empat orang
perawi sanadnya tergolong tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i.
jadilah haditsnya hasan.
E. Tingkatan dari Pernyataan: Hadits Shahih Isnad atau Hasan Isnad.
a. Pernyataan ahli hadits: ‘Hadits ini shahih isnad’
berbeda maknanya dengan pernyataan ‘ini hadits shahih’.
b. Begitu pula halnya dengan pernyataan mereka: ‘Hadits
ini hasan isnad’ berbeda maknanya dengan pernyataan ‘ini hadits hasan’.
Pernyataan (hadits ini shahih isnad atau hadits ini hasan isnad) karena
sanadnya memang shahih atau hasan tanpa memperhatiakn matan, syudzudz maupun
adanya illat. Apabila seorang ahli hadits mengatakan: ‘Hadits ini shahih’, itu
berarti hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih yang lima.
Lain lagi jika ia mengatakan: ‘Hadits ini shahih isnad’, itu berarti hadits
tersebut memenuhi tiga syarat keshahihan saja, yaitu sanadnya bersambung,
rawinya adil dan dlobith. Adapun tidak adanya syudzudz dan illat, berarti
hadits tersebut tidak bisa memenuhinya. Karena itu tidak bisa ditetapkan sebagai
hadits shahih ataupun hasan. Meski demikian, apabila seorang hafidh mu’tamad
(dalam hadits) meringkas penyataan dengan: ‘Hadits ini shahih isnad’, sementara
ia tidak menyebutkan adanya illat, maka berarti matanya juga shahih. Sebab,
pada dasarnya hadits tersebut tidak memiliki illat maupun syudzudz.
F. Arti Pernyataan Turmudzi dan selainnya: ‘Hadits Hasan Shahih’
Kenyataan ungkapan seperti ini amat sangat sulit, sebab hadits hasan itu
derajatnya lebih rendah dari hadits shahih. Maka, bagaimana menggabungkan
keduanya sementara tingkatan keduanya berbeda?. Para ulama’ telah menjawab
maksud dari pernyataan Tirmidzi dengan jawaban yang bermacam-macam. Yang
terbaik adalah pernyataannya al-Hafidh Ibnu Hajar yang disetujui oleh
as-Suyuthi. Ringkasannya sebagaimana berikut:
a. Jika haditsnya mempunyai dua buah sanad atau lebih,
maka berarti hadits tersebut adalah hasan menurut shahih satu sanad, dan shahih
menurut sanad lainnya.
b. Jika haditsnya mempunyai satu sanad, maka berarti
hadits tersebut adalah hasan menurut satu kelompok, dan shahih menurut kelompok
lainnya.
Jadi, seakan-akan orang yang
mengatakan hal itu menunjukkan adanya perbedaan dikalangn ulama’ mengenai
status (hukum) hadits tersebut, atau tidak memperkuat status (hukum) hadits
tersebut (apakah shahih ataukah hasan).
III. KESIMPULAN
Ø Perbedaan
dengan hadits shahih dengan hadits hasan adalah terletak pada tingkat
kedlobithannya.
Ø Mayoritas
ulama’ dan fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadits hasan, yaitu hadits
hasan dapat dijadikan hujjah.
IV. DAFTAR PUSTAKA
1. Tahlan, Mahmud, Taisir Musthalahul Hadits, Dar
al-fikr, Beirut, tt.
2. Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syahrul Baiquniyah,
Dar al-atsar, tt.
3. Mudasir, H, Drs, Ilmu Hadits,Pustaka Setia,
Bandung, Cet ke-I Tahun 1999.
4. Shahih, subhi, Dr, Membahas Ilmu-ilmu Hadits,Terj,
Pustaka Firdaus, Cet ke-VI, Jakarta, 2007
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)