Rabu, 18 April 2012

Rabu, April 18, 2012

Ilmu Munasabah

Secara bahasa, munasabah adalah sesuai, cocok, mendekati.
Secara istilah, munasabah adalah ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat al-Qur’an atau ilmu yang mempelajari tentang rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal.

Menurut Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain atau antara satu surat dengan surat yang lain.

Menurut M. Hasbi Ash-Shiddieqy membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja.

Sedangkan menurut az-Zarkasyi dan as-Suyuti berpendapat munasabah mencakup hubungan antar ayat atau antar surat.
      Orang pertama yang menampakkan munasabah dalam menafsirkan al-Qur’an adalah Abu Bakar an-Naisaburi (w tahun 324 H)

Macam-macam Munasabah:

Pertama, hubungan antar ayat tampak nyata, karena keduanya saling berkaitan.

Kedua, antara ayat atau surat tidak terlihat adanya hubungan seakan-akan setiap ayat bebas dari ayat lain.  Ini tampak dalam dua model:
(1) ditandai dengan huruf wawu athaf (kata penghubung).
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

      Huruf athaf pada ayat di atas menunjukkan keserasian yang mencerminkan kesatuan.

(2) tidak ditandai huruf athaf, namun membutuhkan pendukung berupa pertalian maknawi. Hal ini ada tiga jenis:
a. Hubungan yang menyatakan perbandingan. Misal:

Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran[596], padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya,

[596]  Maksudnya: menurut Al Maraghi: Allah mengatur pembagian harta rampasan perang dengan kebenaran, sebagaimana Allah menyuruhnya pergi dari rumah (di Madinah) untuk berperang ke Badar dengan kebenaran pula. menurut Ath-Thabari: keluar dari rumah dengan maksud berperang (QS. al-Anfal 5).


Mengiringi ayat sebelumnya:
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia (QS. al-Anfal 4).





b. Hubungan yang menyatakan pertentangan. Misal:
Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].

[19]  ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya.(al-Baqarah 5)


Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (al-Baqarah 6)

c. Hubungan yang mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain. Misal:
Hai anak Adam[530], Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.(al-A’raf 26)

[530]  maksudnya ialah: umat manusia
[531]  maksudnya ialah: selalu bertakwa kepada Allah.



Menurut Manna’ al-Qaththan membagi munasabah menjadi tiga:

Pertama, munasabah terletak pada perhatian lawan bicara. Misal: QS. al-Ghasyiah: 17-20. pemakaian kata unta, langit, gunung, dan bumi berkaitan dengan kebiasaan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, kehidupan mereka sangat bergantung pada unta sehingga mereka sangat memperhatikannya.

Kedua, munasabah antara satu surat dengan surat lain. Misal: pembukaan surat al-An’am dimulai dengan “alhamdu” sesuai dengan penutup surat al-Maidah yang menerangkan tentang keputusan sikap hamba kepada Allah.

Surat Ali Imran ditutup dengan seruan kepada orang-orang yang beriman untuk bertaqwa kepada Allah dan surat sesudahnya, an-Nisa diawali dengan seruan untuk bertaqwa kepada Allah.

Ketiga, terdapat munasabah antara awal surat dengan akhir surat. Misal: QS. al-Qashash diawali dengan menceritakan Musa, menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperoleh. Kemudian diakhir surat ini menghibur nabi Muhammad bahwa ia akan keluar dari Makkah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Makkah serta larangan menjadi penolong bagi orang kafir.



Kedudukan Munasabah Dalam Penafsiran al-Qur’an:
Pertama, para mufassir ada yang mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat. Ar-Razi sangat menaruh perhatian munasabah antar ayat atau antar surat. Sedang Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian pada munasabah antar ayat saja.
Kedua, tidak memperhatikan munasabah dalam menafsirkan ayat. Mahmud Syaltut, Ma’ruf Dualibi  termasuk mufassir yang tidak setuju hubungan munasabah dalam menafsirkan al-Qur’an.

Urgensi Munasabah Dalam Penafsiran al-Qur’an
Pertama, korelasi antar ayat atau antar surat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Qur’an, bila dipenggal, maka keserasian dan keindahan ayat akan hilang.
Kedua, memudahkan dalam memahami makna ayat atau surat, sebab penafsiran al-Qur’an dengan ragamnya membutuhkan korelasi antara satu ayat dengan ayat lainnya. Sehingga akan kehilangan keutuhan maknanya bila dipenggal.
(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Hadis oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan