Selasa, 17 April 2012

Selasa, April 17, 2012
TAFSIR BIL MA’TSUR



A.                Pendahuluan
Dalam era globalisasi dewasa ini, manusia (red:ummat islam) banyak yg mulai “meninggalkan” alqur’an. Padahal Alloh Swt. menurunkannya(Alqur’an) sebagai way of life(pedoman hidup) bagi umat manusia, dalam firman-Nya yg artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami ; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.[1]
Banyaknya kemaksiatan di muka bumi ini merupakan gambaran kecil bahwa umat ini sedang melakukan “proses bercerai” dengan alqur’an, entah hal itu disadari atau tidak.
Alqur’an turun memiliki dua bagian, bagian pertama adalah Alloh Swt. menurunkannya (ayat-ayat-Nya) secara juz’ie (rinci) dan bagian kedua diturunkannya secara mujmal (umum). Pada bagian kedua diperlukan penasfsiran-penafsiran untuk mengambil makna yang terkandung didalamnya, dan tentu penafsiran ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang telah memiliki kriteria sebagai mufassirin. Para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Alloh harus mengikuti semua aturan yang telah Alloh dan Rasul-Nya tetapkan, seperti tidak melakukan penyelewengan terhadap cara penafsiran yang dibolehkan syari’at sebagai metode penafsiran Alqur’an. Salah satu metode penafsiran alqur’an adalah tafsir bil ma’tsur. Dalam buku “Bagaimana memahami Alqur’an” Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahulloh menulis bahwa: “Tafsirul Qur’an dengan Alqur’an merupakan model penafsirann yang paling  tinggi martabatnya. Lalu menafsirkan ayat dengan hadits shahih, karena Rasululloh Saw. merupakan manusia yang paling tahuapa yang dimaksud Alloh Swt.[2]
B.                 Ta’rif
Syaikh Manna’ Al-Qatthan dalam bukunya Mabahits fii Ululmil Qur’an mendefinisikan tafsir bil ma’tsur sebagai; “ tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan alqur’an dengan Alquran dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan Kitabulloh, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang paling mengetahui Kitabulloh, atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi’ien karena pada umumnya mereka menerimanya (langsung) dari para sahabat”.[3]
Mufasir yang menempuh cara seperti ini hendaknya menelusuri atsar-atsar yang ada mengenai makna ayat kemudian astar tersebut dikemukakan sebagai tafsir ayat bersangkutan. Dalam sumber berbeda, Al- Ma’tsur adalah Isim Maf’ul berasal daripada perkataan ( أثرت الحديث أثرا ) dari bab ( قتل ). Percakapan al-Matsur ialah percakapan yang yang dipindahkan ( المنقول) sama ada dari al-Quran itu sendiri, atau dari Rasul S.A.W atau dari kalangan para sahabat dan tabi’in.
Tafsir bi al-Ma’tsur ialah tafsir yang dipindahkan atau yang diriwayatkan sama ada ianya secara mutawatir atau sebaliknya.          
Tafsir bi al-Ma‘tsur terbahagi kepada empat bahagian:         
1. Mentafsir al- Quran dengan al- Quran.      
2. Mentafsir al- Quran dengan hadith Rasul. 
3. Mentafsir al- Quran dengan pendapat para sahabat.         
4. Mentafsir al- Quran dengan pendapat dan pandangan para tabi’in.[4]
Dalam sumber yang berbeda, Metode tafsir bil ma’tsur/ bir riwayah adalah metode menafsirkan Al-Qur’an dengan merujuk pada pemahaman yang langsung diberikan oleh Rasulullah kepada para sahabat, lalu turun menurun kepada tabi’in; tabi’it tabi’in, dan seterusnya hingga masa sekarang. Metode ini mendasarkan tafsir pada kutipan-kutipan yang shahih sesuai urutan-urutan persyaratan bagi para mufasir.[5]
C.                Dalil
Dalam surat An-Nahl : 44, Alloh Swt. berfirman yang artinya: keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.[6] Dan dalam firman-Nya yang artinya: “dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. [7]

D.                Silang Pendapat sekitar Tafsir bil Ma’tsur
Ibnu Taimiyyah berkata: “Perbedaan pendapat dalam tafsir dikalangan salaf sedikit sekali jumlahnya. Dan pada umumnya perbedaan itu hanya berkonotasi variatif, bukan kontradiktif ”.
E.                 Menghindari cerita-cerita Isra’iliyat
Perbedaan pendapat terhadap penggunaan cerita-cerita israiliyat, yaitu tindakan sebagian mufassir yang menukil cerita-cerita isra’iliyat dari ahli kitab. Alloh Swt. Berfirman yang artinya: “Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka”.[8]
F.                 Kesimpulan
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan pengetahuan yang benardan merupakan jalan paling amanuntuk menjaga diri dari ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami Kitabulloh.
Contoh-contoh Kitab Tafsir Bil Ma’tsur:
a.       Tafsir Ibnu Abbas
b.      Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, oleh Imam Ath-Thabari
c.       Al-Muharrarul Wajiz fi Tafsiril Kitabil ‘Aziz, oleh Imam Ibnu ‘Atiyah
d.      Tafsirul Qur’anul ‘Adzim, oleh Ibnu Katsir[9]
G.                Referensi
·         Alqur’anul Karim
·         Studi-studi Alqur’an, cetakan ke-5, 2000. Litera antarnusa
·         Kaifa Nafhamul Quran, Syaikh Muhammad Jamil Zainu, cetakan kedua


[1] Alqur’an surat Ibrahim : 4
[2] Kaifa Nafhamul Quran, Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal.3, cetakan kedua
[3] Studi-studi Alqur’an, hal. 468 cetakan ke-5, 2000. Litera antarnusa
[6] Alqur’an surat An-Nahl : 44
[7] Alqur’an Surat An-Najm : 3-4
[8] Alqur’an surat An-Nahl : 22
[9] Studi-studi Alqur’an, hal. 498  cetakan ke-5, 2000. Litera antarnusa
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan