Antara Riba dan Bunga-Ada tiga buah pertanyaan dari salah satu nasabah bank
swasta, sudah lebih dari 10 tahun saya menabung di Bank dan menerima
bunga:
1. Apakah dijaman nabi sudah ada bank, mengapa menabung dibank dikatakan riba
2. Berapa kadarnya sehingga dikatakan riba, yang saya tahu
riba itu jika dilipat gandakan sedangkan bunga bank hanya sekian kecil
persetase dari nilai tabungan
3. Bagaimana jika biaya bank (potongan) lebih besar
dibanding dengan bunganya, apa tetap kita tidak boleh mengambil
bungannya, sama saja kita rugi karna potongan bank. Pak Ustadz mohon
jawabannya, terima kasih.
Pertanyaan itu perlu dijawab sebagai berikut:
Pertama-tama yang perlu dipahami bahwa riba tidak selalu
dilakukan oleh institusi atau lembaga seperti bank. Akan tetapi riba
bisa dilakukan oleh sebuah lembaga atau perseorangan. Jadi riba lebih
mengarah pada bentuk praktek muamalahnya. Secara bahasa riba bermakna
“tambahan”. Sementara secara istilah riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual beli atau pinjam-meminjam dari harta pokok
atau modal dengan cara yang batil atau tidak dibenarkan.
Pada masa Rasulullah saw praktek riba semacam ini sudah
terjadi dalam transaksi perorangan. Ada dua jenis riba yang berkembang
pada masa beliau: Riba nasi’ah dan Riba Fadhl.
Riba Nasi’ah adalah tambahan yang sudah ditentukan di awal
transaksi yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari peminjam akibat
dari pelunasan bertempo. Misalnya jika si peminjam tidak mampu melunasi
pada waktu yang ditentukan, maka besaran hutang yang harus dibayarkan
menjadi bertambah. Tambahan itulah yang disebut dengan riba. Sementara
Riba Fadhl adalah tukar-menukar antar barang sejenis yang disertai
dengan tambahan. Misalnya uang dengan uang sejenis, makanan dengan
makanan sejenis dst.
Kedua jenis riba tersebut serta yang lainnya adalah
diharamkan. Bahkan memakan uang riba termasuk dosa besar. Dan para
pelakunya akan Allah perangi seperti disebutkan dalam QS al-Baqarah:
279. Rasul saw bersabda, “Riba itu mempunyai 73 macam. Sementara dosa
riba yang paling ringan adalah seperti menzinahi ibu kandungnya
sendiri…” (HR Ibnu Majah). Memang ada ulama yang membolehkan riba dengan
syarat kadarnya kecil dan tidak berlipat-lipat. Namun sebagian besar
ulama mengatakan bahwa riba tetap haram berapapun kadarnya. Pertemuan
150 ulama terkemuka dalam konferensi penelitian Islam tahun 1385 H di
Kairo sepakat mengatakan bahwa segala keuntungan atas berbagai macam
pinjaman merupakan praktek riba yang diharamkan. Dalam hal ini termasuk
di dalamnya adalah bunga bank.
Adapun terkait dengan pemotongan oleh pihak Bank yang
jumlahnya besar; bahkan lebih besar dari bunga yang didapat merupakan
hal yang wajar karena pihak bank telah memberikan jasa menjaga dan
memberikan kemudahan atas berbagai transaksi yang kita lakukan. Apalagi
hal itu sudah diketahui oleh nasabah sebelumnya. Sehingga ia tidak bisa
dijadikan alasan untuk membolehkan bunga (riba).
Wallâhu A’lam bish-Shawâb.
(Dikutip dan diselaraskan dari http://www.syariahonline.com/v2/muamalat/2637-antara-riba-dan-bunga-bank.html)
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)