“Dari sekian banyak daftar ketidakkreatifan generasi pasca-Muhammad,
yang paling mencelakakan adalah pembukuan Qur’an dengan dialek Quraisy,
oleh Khalifah Usman Ibn Affan yang diikuti dengan klaim otoritas
mushafnya sebagai mushaf terabsah dan membakar (menghilangkan pengaruh)
mushaf-mushaf milik sahabat lain. Imbas dari sikap Usman yang tidak
kreatif ini adalah terjadinya militerisme nalar Islam untuk
tunduk/mensakralkan Qu’an produk Quraisy. Karenanya, wajar jika muncul
asumsi bahwa pembukuan Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui
Usman, untuk mempertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab [dan
Islam]. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil
terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
(Jurnal Justisia, Fakultas Syariah sebuah Institut Agama Islam, Edisi 23 Th XI, 2003).
”Bahkan,
menarik sekali membaca ayat-ayat Al-Qur’an soal hidup berpasangan
(Ar-Rum, 21; Az-Zariyat 49 dan Yasin 36) di sana tidak dijelaskan soal
jenis kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender (jenis kelamin
sosial). Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero,
melainkan bisa homo, dan bisa lesbian. Maha Suci Allah yang menciptakan
manusia dengan orientasi seksual yang beragam.”
(Wawancara
seorang guru besar agama Islam di Jakarta, dengan Jurnal Perempuan edisi
Maret 2008, dengan judul ”Allah hanya Melihat Taqwa, bukan Orientasi
Seksual Manusia)
“Demikian juga jika kita masih
meributkan soal kelamin – seperti yang dilakukan MUI yang ngotot
memperjuangkan UU Pornografi dan Pornoaksi – itu juga sebagai pertanda
rendahnya kualitas keimanan kita sekaligus rapuhnya fondasi spiritual
kita. Sebaliknya, jika roh dan spiritualitas kita tangguh, maka apalah
artinya segumpal daging bernama vagina dan penis itu. Apalah bedanya
vagina dan penis itu dengan kuping, ketiak, hidung, tangan dan organ
tubuh yang lain. Agama semestinya ”mengakomodasi” bukan ”mengeksekusi”
fakta keberagaman ekspresi seksualitas masyarakat. Ingatlah bahwa dosa
bukan karena ”daging yang kotor” tetapi lantaran otak dan ruh kita yang
penuh noda.”
(Tulisan seorang alumnus Perguruan Tinggi Islam
di Jawa Tengah, yang kini Kandidat Doktor di Boston University AS, dalam
bukunya, Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif).
Penulis: Adian Husaini
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)