Mengenal Produk Perbankan Syariah- Perbankan
adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu: menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syariah,
pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan, kecuali bila dalam
melaksanakan fungsinya perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syariah.
I. Apa prinsip
dasar Islamic Finance?
The Fundamental principles governing Islamic
Financing are the receipt of interest is prohibibited and Sharia prohibits
transactions in which some or all of the following elements are gambling,
uncertainty, prohibited commodities and activities.
Pada
dasarnya Islamic Principles,
sebagaimana dijelaskan di atas adalah menghindari MAGRIB:
•
Maisir (Gambling)-may apply to dealings in futures and options to
extent that they are speculative.
•
Gharar (uncertainty) in contracts-there is a prohibition on the sale of
items whose existence or characteristics are not certain, and upon contractual
terms which are ambiguous or unclear.
•
Riba (interest)- it is interpreted as any returns on money which is
predetermined in amount and therefore includes modern interest-based financing
•
Haram (prohibited) commodities and activities whose are prohibited. For
instance such as: pork, alcohol, gambling services, prostitution, machinery for
the manufacturing of alcohol, and liquor,etc. But, different views exits on
many cases as tobacco, and hotels.
Produk
perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Produk Penyaluran
dana, 2) Produk Penghimpunan dana, 3) Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
III. Produk
penyaluran dana
Dibedakan
dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
•
transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan prinsip jual beli
•
transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
•
transaksi pembiayaan untuk
usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan
prinsip bagi hasil.
1.Prinsip Jual
beli
Prinsip
jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda.
Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan
penyerahan barang sebagai berikut:
a.
Pembiayaan Murabahah
Bank
bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga
beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual
beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang
diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b.
Salam
Transaksi
jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang
diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak
sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli
ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang
ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada
Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau
cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara
tunai atau cicilan.
Ketentuan
umum salam:
•
Pembelian hasil produksi harus
diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan
jumlahnya.
•
Bila hasil produksi yang
diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain
mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.
•
Karena Bank tak menjadikan
barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad
salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c.
Istishna
Menyerupai
salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin
pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan
manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti:
jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan
tak boleh berubah selama berlakunya akad.
2. Prinsip sewa
(Ijarah)
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek
transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa,
bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan
harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip Bagi
Hasil
Prinsip
bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a.
Musyarakah
Transaksi
musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan
umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b.
Mudharabah
Adalah
bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan
umum:
•
Jumlah modal yang diserahkan
kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang
tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal
diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
•
Hasil pengelolaan
diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing,
yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing,
dari keuntungan proyek.
•
Bank berhak melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan
pekerjaan/usaha nasabah.
4. Akad
Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya
sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a.
Hiwalah (alih piutang)
Fasilitas
ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan
modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas
jasa pemindahan piutang.
b. Rahn
(gadai)
Untuk
memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri,
b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c)
Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qard
Adalah
pinjaman uang.
Aplikasi
Qard dalam perbankan, antara lain:
•
Sebagai pinjaman talangan haji,
dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.
•
Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit
syariah.
d.
Wakalah (perwakilan)
Terjadi
bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
e.
Kafalah (Bank Garnsi)
Diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan
prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang
diberikan.
……..bersambung
Daftar Pustaka:
1.
Hosen,M.N. “Buku Saku Perbankan Syariah”. Direktur Eksekutif PKES . Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.
Jakarta, Nopember 2005.
2.Islamic Banking & Finance
Asia Conference. The Asia Business Forum. Singapore, 31 Jan-1 Februari 2005.
3.
Applied Technique for Islamic
Product, Strategy & Accounting. Euromoney Training. London, Mei 2005
sumber: http://edratna.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)