Jumat, 11 Mei 2012

Jumat, Mei 11, 2012


ILMU NASIKH MANSUKH

Secara bahasa nasikh: membatalkan, menghapus, memindahkan. Sedangkan mansukh: dibatalkan, dihapus, dipindahkan.
Di sisi lain Allah berfirman:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (QS. An-Nisa’: 82).

Secara istilah, nasikh menurut ulama mutaqaddimin (abad 1-3 H) memiliki beberapa definisi:
1.  pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian.
2.  pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian.
3.  penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
4.  penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
Sedangkan menurut ulama mutaakhirin, pengertian nasikh  dipersempit terbatas ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan, mencabut, atau menyatakan berakhirnya masa berlakunya hukum terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan terakhir.

Menurut Fakhrurrazi, di dalam al-Qur’an terdapat tiga jenis nasakh:
Pertama, nasakh bacaan dan hukumnya.
Kedua, nasakh bacaan dan hukumnya tetap.
Ketiga, nasakh hukum tetapi bacaannya tetap.
QS. 2:115: fa ‘ainama tuwallu fatsamma wajhullah. Ayat tersebut dinasikh oleh QS. 2:144: fawalli wajhaka syathral  masjidil haram.
Cara mengetahui nasakh:
1.  Salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya lebih belakangan dari dalil yang lain.
2.  Harus ada kesempatan ijma’.
3.  Harus ada riwayat shahih dari sahabat.

Pendapat Ulama Tentang Nasakh Dalam Al-Qur’an:
Pertama, golongan yang membenarkan adanya nasikh dalam al-Qur’an. Mereka bersandar pada QS. al-Baqarah 106:
Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?(QS. 2:106)

Kedua, golongan yang menolak adanya nasikh dalam al-Qur’an. Mereka berpendapat, tidak seorangpun berhak mengubah firman Allah. Di dalam al-Qur’an tidak ada pembatalan (nasikh), semua ayat sudah tetap dan wajib diamalkan.

Menurut al-Maraghi, hukum ditetapkan untuk kemaslahatan manusia. Hal ini mungkin berubah karena adanya perubahan keadaan waktu dan tempat. Apabila suatu hukum ditetapkan untuk kebutuhan suatu waktu kemudian kebutuhan itu berakhir, maka merupakan suatu langkah yang bijaksana apabila ia di-nasikh (dibatalkan) dan diganti oleh hukum yang lebih baik (lebih maslahah).

Muhammad Abduh menolak nasikh dalam arti pembatalan, tapi menyetujui adanya tabdil (penggantian, pengalihan, pemindahan ayat hukum ditempat ayat hukum lainnya) .

Urgensi mempelajari nasikh mansukh:
1.  Mengetahui adanya nasikh mansukh dalam al-Qur’an.
2.  Syariat selalu memelihara kemaslahatan manusia.
3.  Hukum-hukum yang bersumber dari Allah disyariatkan demi kemaslahatan manusia.

Macam-Macam Nasakh:
1.  Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an.
2.  Nasakh al-Qur’an dengan Sunnah.
3.  Nasakh Sunnah dengan al-Qur’an.
4.  Nasakh Sunnah dengan Sunnah.

(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Quran oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)



0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan