Kamis, 17 Mei 2012

Kamis, Mei 17, 2012

كل تفسير ليس ماخوذا من دلالة ألفاظ الآية وسياقها فهو رد على قائله

“Setiap tafsir yang tidak diambilkan dari dilalah lafadz ayat (petunjuk ayat) dan konteksnya; maka tertolak dengan sendirinya”
       Kaidah ini berlandaskan pada QS. Al-Maidah ayat 41 dan QS. Fushilat, ayat 40. kedua ayat ini menegaskan bahwa, sebuah penafsiran yang dipengaruhi unsur subyektifitas (hawa nafsu atau kepentingan pribadi) maka, tidak dapat dibenarkan bahkan termasuk kategori ilhad (menentang agama).
       Contoh nya QS. At-Tin ayat 1-4: وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ  وَطُورِ سِينِينَ  وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِين. Bagi kelompok batiniyyah ayat pertama dipahami sebagai Rasul saw dan amirul mukminin, ayat dua adalah hasan Husain, ayat 3 sebagai para imam mereka.
       Begitu pula pena’wilan atas nama pembaharuan (modernitas), atau atas nama ilmu pengetahuan (scientific).  Seperti ketika memahami QS. Al-Anbiya ayat 79:وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ   kata الطَّيْرَ sebagai tiap sesuatu yang mempunyai sayap termasuk pesawat.
Penafsiran semacam ini tentu sangat memaksakan kalau tidak dikatakan terlalu jauh dari makna yang dikehendaki al-Qur’an, sehingga tidak mengherankan jika Dr. Muhamad Husain Adz-dzahabi  mengatakan bahwa penafsiran semacam ini sangat jelas keluar dari teks dan termasuk ilhad.

Tulisan ini disadur dan disampaikan dalam perkuliahan Qawaid Tafsir di Pondok Shabran oleh  Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.
 

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan