Kamis, 17 Mei 2012

Kamis, Mei 17, 2012

KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG ”DHARURAT”
 Apa yang diperbolehkan karena darurat, hendaklah diukur dengan Ukurannnya.  
Contoh:
1. Tidak boleh yang darurat makan yang diharamkan kecuali sekedar memenuhi rasa lapar.
2. Menegur orang dengan cara sindiran, dipandang cukup, dan tidak boleh pindah dengan cara yang lebih kasar. Dan jika cukup satu kali teguran, tidak boleh untuk yang ke dua kali
3. Seorang dokter bermaksud memeriksa orang sakit yang bukan muhrim, hendaklah menutupi semua auratnya, tidak membukanya, kecuali yang diperlukan
4. Tidak boleh mengawinkan orang gila lebih dari satu kali karena adanya hajat

Hajat (keperluan) kadang menempati tempat darurat  
Contoh: 
1. Diperbolehkan Ji’alah = menjanjikan upah atau hadiah kepada yang berjasa, karena diperlukan orang banyak
2. Diperbolehkan Hawalah = memindahkan kewajiban membayar utang kepada orang lain / bayar utang dengan utang, karena diperlukan
3. Boleh melihat perempuan yang bukan muhrim, karena khitbah atau mu’amalat
4. Boleh tengah sawah dan sewa sawah karena keperluan dalam kehidupan


Referensi:
Abdul Hamid Hakim, Mubadi Awalliyah, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Al-Ma’arif,1986
Abdul Mujib, Al-Qowa’-Idul Fiqhiyyah, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1984
Utsman M, Qaidah-qaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah, Raja Grafindo Persada 1996

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan