Kamis, 17 Mei 2012

Kamis, Mei 17, 2012


Apabila ada lafadz yang mengandung pengertian musytarok atau mufrod maka dibawa pada ma’na mufrod.

     Kata Musytarok: satu lafadz yang memiliki dua ma’na yang berbeda atau lebih. Contoh: lafadz “ain” yang berarti mata kepala, matahari, mata air atau mata-mata.
     Menurut Imam Zarkasyi: kata musytarok merupakan khilaful asal, artinya menyelisihi aturan asal dalam bahasa. Karena setiap kata pada awalnya itu digunakan untuk menunjukkan satu makna.  Maka jika kita tidak mengetahui apakah ia musytarok atau bukan, maka pada umumnya dihukimi tidak adanya musytarok. Contoh penerapan qoidah, dalam  An-Nisa’: 22 dalam ayat itu terdapat kata nikah yang memiliki ma’na musytarok yang berma’na akad dan jima’. Sebagian ulama’, nikah diartikan jima` atau persetubuhan.  dengan alasan antara lain: bahwa makna jima’ adalah yang sesungguhnya/haqiqi, dan akad adalah yang majazi. Dan ada pula ualama  yang mengatakan sebaliknya. Dan menurut pendapat yang kuat bedasarkan qoidah ini bahwa lafadz tersebut bukan lafadz musytarok. Tetapai harus dibawa pada salah satu dari keduanya baik itu jima’ atau akad.
     Termasuk juga dalam qoidah ini antara lain:
1.    Apabila ada perkara yang jatuh antara idhmar (dhomir) dan musytarok maka yang diutamakan adalah idhmarnya.
2.    Apa bila ada perkara yang jatuh antara tahsis dan musytarok maka yang diutamakan adalah tahsisnya.
Apabila ada perkara yang jatuh antara naql dan musytarok maka yang diutamakan adalah naqlnya.

Tulisan ini disadur dan disampaikan dalam perkuliahan Qawaid Tafsir di Pondok Shabran oleh  Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan