Kamis, 17 Mei 2012

Kamis, Mei 17, 2012

KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG “NIAT  
Siapa yang mengharapkan pahala dunia pasti kami akan memberinya dari dunia dan siapa yang mengharap pahala akhiraat kami akan memberinya dari padanya Sabda Nabi SAW : sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat dan sesungguhnya seseorang tergantung apa yang ia niatkan
-
Siapa yang berutang ia berniat untuk membayarnya maka Allah akan membayarnya pada hari kiamat, dan siapa yang berutang ia berniat untuk tidak membayarnya kemudian ia meninggal maka Allah berfirman ‘Sesungguhnya aku akan mengambil hak hambaku kemudian diambil dari padanya (yang berutang) kebaikannya lalu di berikan pada kebaikan yang lain, jika ia tidak mempunyai kebaikan di ambil dari kejelekan yang lain lalu di bebankan kepadanya
-
Siapa yang datang ke tempat tidurnya ia berniat untuk shalat kepada Allah, kemudian matanya mengalahkan dia (tidur nyenyak) sampai pagi hari maka Allah
mencatat baginya apa yang ia niatkan sedangkan tidurnya merupakan sadaqah dari tuhannya. -
Niat orang mu’min lebih baik dari pada amalnya. R Al-Tabrani. Hikam : Niat tanpa amal lebih baik dari pada amal tanpa niat. Artinya : Urusan itu tergantung kepada maksudnya 

 Contoh-contoh: 
1. Wudhu, mandi, shalat, dan shaum dan yang lainya mesti ada niat.
2. Suatu pekerjaan yang halal bisa jadi haram karena niatnya. Seperti haramnya seorang bercampur dengan istrinya, karena ia berniat untuk zinah
3. Sesuatu yang mubah, bisa mendapat pahala karena niatnya, seperti makan, minum. 
4. Memeras anggur haram tidaknya tergantung niat 
5.Orang yang mengutangkan mengambil barang orang yang berutang, tergantung niatnya; apakah memperingatkan atau mencuri.

1. Kinayah ( sindiran) kata thalaq ‘ (khaliyah=bebas) tergantung niat.
Artinya : Dalam amal yang disyaratkan menyatakan / menghadapkan niat, maka kekeliruan pernyataannya membatalkan amal. Contoh-contoh;
1. Kesalahan dari shalat dhuhur kepada shalat ashar dan sebaliknya. Kalau shalat dhuhur niat shalat ashar maka tidak sah
2. Kesalahan dari kifarat dhihar kepada kifarat kothli
3. Kesalahan dari rawathib dhuhur kepada rawathib ashar
4. Kesalahan dari shalat idul fitri kepada shalat idul Adhha
5. Kesalahan dari shalat dua rakaat ihram kepada dua rakaat thawaf
6. Kesalahan dari shaum arafah kepada shaum asyura.

Apa yang disyaratkan menghadapkan niat secara jumlah dan tidak disyaratkan menentukannya secara rinci, jika ia menentukannya kemudia menyalahi maka menjadi madharat. Contoh-contoh ;
1. Seseorang berniat shalat mengikuti si zaed ternya si umar maka tidak sah mengikutinya, kareana ia tidak ada niat mengikuti kepada si umar. Dengan mengikuti kepada si Zaed dan ternya si Umar dengan tidak pakai niat. Maka dalam shalat berjamaah tidak disyaratkan menentukan Imam tapi hanya niat shalat berjamaah saja
2. Seseorang menyolatkan mayit kepada si Bakar ternyata si Khalid, atau berniat kepada perempuan ternyata laki-laki, maka tidak sah, maka dalam shalat mayit tidak disyaratkan menentukan mayitnya kecuali hanya niat shalat mayit saja.
3. Seseorang menshalatkan mayit. Maka dalam hal ini tidak perlu ditentukan jumlah mayitnya. Kalau ia menentukan jumlahnya 10 orang misalnya ternyata lebih, Maka Ia harus mengulangi shalatnya secara keseluruhan karena di antara mereka ada yang belum di shalatkan, sementara mereka itu tidak jelas
4. Tidak perlu seseorang menetukan jumlah rakaat dalam shalat, kalau Ia niat shalat dhuhur lima rakaat atau tiga maka tidak sah
5. Seseorang menetukan zakat hartanya yang masih ghaib yang belum hadir di hadapannya. Maka tidak boleh.

Apa yang tidak disyaratkan menghadapkan niat secara jumlah dan tidak disyaratkan untuk merincinya, jika ia menentukannya dan menyalahi maka tidak menjadi madharat
Contoh-contoh :
1. Kesalahan dalam menentukan tempat shalat, maka kalau ia berniat shalat dhuhur di Mesir ternyata di Mekah maka tidak batal shalatnya karena niatnya masih ada, sedang menentukan tempat tidak ada hubungan dengan niat shalat
2. Kesalahan dalam menentukan waktu shalat, kalau niat shalat ashar hari kamis ternyata hari jumat maka tidak batal shalatnya
3. Kesalahan Imam menetukan orang yang shalat dibelakangnya, kalau berniat mengimami si Zaid ternyata si Umar maka tidak madharat karena tidak disyaratkan kepada Imam menentukan mamum dan tidak niat mengimami

Maksud –maksud lafadh tergantung kepada niat orang yang melafadhkan Contoh-contoh:
1. Kalau nama istrinya Thaliq dan nama hamba perempuannya Hurrah, lalu Ia berkata Wahai Thaliq atau Wahai Hurrah. Kalau ia bermaksud mentalaq atau membebaskan maka jatuh talaq dan bebas atau hanya bermaksud memanggil maka tidak jatuh talaq dan tidak bebas.
2. Kalau seseorang membaca dalam shalat bacaan Alquran, dan tidak bermaksud yang lain maka sah bacaannya. Dan jika bermaksud memberi pemahaman kepada yang lain maka batal. Dan jika memuthlakan, menurut pendapat yang sah maka jadi batal.
3. Jika seseorang mengkaitkan niat kepada kata ‘insyaAllah’, kalau ia bermaksud menggantungkan niatnya maka batal, jika tabaruk(mengharapkan berkah) maka tidak, jika ia memutlakan maka batal.


Referensi:
Abdul Hamid Hakim, Mubadi Awalliyah, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Al-Ma’arif,1986
Abdul Mujib, Al-Qowa’-Idul Fiqhiyyah, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1984
Utsman M, Qaidah-qaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah, Raja Grafindo Persada 1996

0 komentar:

Posting Komentar

thank you for your comment (شكرا)

  • Assalamu'alaikum wahai saudaraku kaum muslimin
  • Blog ini diperuntukkan sebagai media menyebarkan ilmu
  • Perjuangan menuju kemuliaan