Ilmu Munasabah
Secara
bahasa, munasabah adalah sesuai, cocok, mendekati.
Secara
istilah, munasabah adalah ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat
al-Qur’an atau ilmu yang mempelajari tentang rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima
oleh akal.
Menurut
Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah segi-segi hubungan antara
satu kata dengan kata yang lain atau antara satu surat
dengan surat
yang lain.
Menurut
M. Hasbi Ash-Shiddieqy membatasi pengertian munasabah kepada
ayat-ayat atau antar ayat saja.
Sedangkan
menurut az-Zarkasyi dan as-Suyuti berpendapat munasabah
mencakup hubungan antar ayat atau antar surat.
Orang pertama yang menampakkan munasabah
dalam menafsirkan al-Qur’an adalah Abu Bakar an-Naisaburi (w tahun 324 H)
Macam-macam
Munasabah:
Pertama, hubungan antar ayat tampak nyata, karena keduanya
saling berkaitan.
Kedua, antara ayat atau surat tidak terlihat adanya hubungan
seakan-akan setiap ayat bebas dari ayat lain. Ini tampak dalam dua model:
(1)
ditandai dengan huruf wawu athaf (kata penghubung).
Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Huruf
athaf pada ayat di atas menunjukkan keserasian yang mencerminkan
kesatuan.
(2) tidak ditandai huruf athaf,
namun membutuhkan pendukung berupa pertalian maknawi. Hal ini ada tiga jenis:
a. Hubungan
yang menyatakan perbandingan. Misal:
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran[596], padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu
tidak menyukainya,
[596] Maksudnya:
menurut Al Maraghi: Allah mengatur pembagian harta rampasan perang dengan
kebenaran, sebagaimana Allah menyuruhnya pergi dari rumah (di Madinah) untuk
berperang ke Badar dengan kebenaran pula. menurut Ath-Thabari: keluar dari
rumah dengan maksud berperang (QS.
al-Anfal 5).
Mengiringi ayat sebelumnya:
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia (QS.
al-Anfal 4).
b. Hubungan
yang menyatakan pertentangan. Misal:
Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].
[19] ialah
orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah
mengusahakannya.(al-Baqarah 5)
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. (al-Baqarah 6)
c. Hubungan
yang mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain. Misal:
Hai anak Adam[530], Sesungguhnya kami Telah menurunkan
kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk
perhiasan. dan Pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat.(al-A’raf 26)
[530] maksudnya
ialah: umat manusia
[531] maksudnya
ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
Menurut Manna’ al-Qaththan
membagi munasabah menjadi tiga:
Pertama, munasabah
terletak pada perhatian lawan bicara. Misal: QS. al-Ghasyiah: 17-20. pemakaian
kata unta, langit, gunung, dan bumi berkaitan dengan kebiasaan lawan bicara
yang tinggal di padang
pasir, kehidupan mereka sangat bergantung pada unta sehingga mereka sangat
memperhatikannya.
Kedua, munasabah
antara satu surat dengan surat lain. Misal: pembukaan surat
al-An’am dimulai dengan “alhamdu” sesuai dengan penutup surat al-Maidah
yang menerangkan tentang keputusan sikap hamba kepada Allah.
Surat Ali
Imran ditutup dengan seruan kepada orang-orang yang beriman untuk bertaqwa
kepada Allah dan surat
sesudahnya, an-Nisa diawali dengan seruan untuk bertaqwa kepada Allah.
Ketiga, terdapat munasabah antara awal surat
dengan akhir surat.
Misal: QS. al-Qashash diawali dengan menceritakan Musa, menjelaskan
langkah awal dan pertolongan yang diperoleh. Kemudian diakhir surat ini menghibur nabi Muhammad bahwa ia
akan keluar dari Makkah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Makkah serta
larangan menjadi penolong bagi orang kafir.
Kedudukan
Munasabah Dalam Penafsiran al-Qur’an:
Pertama, para mufassir ada yang mengembangkan munasabah
dalam menafsirkan ayat. Ar-Razi sangat menaruh perhatian munasabah antar
ayat atau antar surat.
Sedang Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh
perhatian pada munasabah antar ayat saja.
Kedua, tidak memperhatikan munasabah dalam
menafsirkan ayat. Mahmud Syaltut, Ma’ruf Dualibi termasuk mufassir yang tidak setuju hubungan
munasabah dalam menafsirkan al-Qur’an.
Urgensi
Munasabah Dalam Penafsiran al-Qur’an
Pertama, korelasi antar ayat atau antar surat menjadikan keutuhan yang indah dalam
tata bahasa al-Qur’an, bila dipenggal, maka keserasian dan keindahan ayat akan
hilang.
Kedua, memudahkan dalam memahami makna ayat atau surat, sebab penafsiran
al-Qur’an dengan ragamnya membutuhkan korelasi antara satu ayat dengan ayat
lainnya. Sehingga akan kehilangan keutuhan maknanya bila dipenggal.
(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Quran oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)
(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Quran oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)