ULUMUL
QUR’AN
Pengertian Ulumul Qur’an
Kalimat
Ulumul Qur’an terdiri dari dua kata, ulum (bentuk jamak dari kata
ilmun) dan Al-Qur’an, merupakan Kitab Suci umat Islam yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi pedoman hidup manusia.
secara
bahasa, ulumul Qur’an berarti “ilmu-ilmu al-Qur’an”.
Secara
istilah adalah sekumpulan
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya maupun
dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Menurut
M. Abd. Azim al-Zarqani, Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan
yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi turunnya, urut-urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh
dan mansukh, penolakan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan
terhadapnya, dan sebagainya.
Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an
Adapun
pembahasan Al-Qur’an mencakup segala macam ilmu yang berhubungan dengan
Al-Qur’an. Bahkan Al-Suyuthi
memperluasnya dengan memasukkan astronomi, ilmu ukur, kedokteran, dan
sebagainya dalam pembahasan ulumul qur’an.
Namun
demikian menurut Hasbi
ash-Shiddiqiey pokok pembahasan ulumul qur’an mencakup beberapa persoalan
saja; di antaranya: pertama, persoalan nuzul. Kedua, persoalan
sanad. Ketiga, ada’ul qira’ah (cara membaca Al-Qur’an). Keempat,
lafal Al-Qur’an. Kelima, makna
Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum. Keenam, makna Al-Qur’an yang
berhubungan dengan lafal.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya
Pada masa Nabi dan
Sahabat, ulumul qur’an belum dikenal sebagai ilmu yang berdiri
sendiri dan dibukukan, sebab:
1. Para
sahabat adalah orang Arab asli yang tahu betul struktur bahasa Arab yang tinggi
dan apabila belum memahami Rasul akan menjelaskan maksudnya.
2. Para Sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3. Adanya larangan menulis dari Rasul selain Al-Qur’an.
Pada
masa khalifah Abu Bakar dan Umar, Al-Qur’an disampaikan
melalui lesan.
Pada masa Khalifah
Utsman, dilakukan kodifikasi dalam satu mushaf Imam. Sehingga Utsman
dianggap meletakkan dasar ilmu rasmul qur’an atau ilmu rasmil utsmani.
Pada masa Khalifah Ali,
terjadi penyeragaman bacaan Al-Qur’an, sehingga Ali dianggap perintis lahirnya ilmu
nahwu dan I’rabul Qur’an.
Pada
abad ke-2 H, ulumul qur’an memasuki masa pembukuannya. Para ulama menekankan perhatian kepada ilmu tafsir.
Tokohnya, Syu’bah Ibn Al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibn Uyainah (w. 198 H), Waki’
Ibn Jarrah (w. 197 H).
Pada
Abad ke-3 H, Ali bin al-Madany menulis tentang kitab tentang Asbabun
Nuzul. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh mansukh, qira’ah,
fadla’ilul qur’an. Muhammad ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang ilmu ma
Nuzzila bi Makkata wa ma Nuzzila bil Madinati. Muhammad ibn Khallaf ibn
al-Mirzaban menulis kitab al-Hawi fi Ulumil Qur’an.
Pada
abad ke-4 H, lahirlah ilmu gharibil qur’an dan beberapa kitab
tentang ulumul qur’an. Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbari menulis kitab
tentang Ajaibul Ulumil Qur’an. Abu hasan al-Asy’ari menulis tentang al-Mukhtazan
fi Ulumil Qur’an. Abu Bakar al-Sijistani menulis Gharibul Qur’an.
Abu Muhammad al-Qashab Muhammad ibn Ali al-Karkhi menulis Nuqatul Qur’an
ad-Dalalatu alal Bayani fi Anwa’i Ulumi wal Ahkamil Munbiati an Ikhtilafil Anam.
Muhammad ibn Ali al-Adfawi menulis tentang al-Istighna’ fi Ulumil Qur’an.
Pada
abad ke-5 H,muncul beberapa tokoh yang ahli dalam ilmu qiraat.
Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi menulis kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an
dan I’rabul Qur’an. Abu Amr al-Dani menulis kitab at-Taisir fil
Qiraatis Sab’i dan al-Muhkamu fin Nuqath. Di samping itu juga lahir
ilmu amtsalul qur’an antara lain yang dikarang al-Mawardi.
Pada
abad ke-6 H, lahir ilmu mubhamatul qur’an yang dikarang oleh
Abu al-Qasim Abd Rahman al-Suhaili. Sedangkan Ibn al-jauzi menulis kitab Fununul
Afnan fi ‘Ajaibi Ulumil Qur’an dan al-Mujtaba fi Ulumin Tata’allaqu bil
Qur’an.
Pada
abad ke-7 H, Ibn Abd Salam yang dikenal dengan “al-Izz” mengarang
kitab Majazul Qur’an. Alamuddin al-Sakhawi menulis kitab Hidayatul
Murtab fil Mutasyabihi, yang dikenal dengan al-Sakhawiah. Abu Syamah Abd
Rahman ibn Ismail al-Maqdisi menulis kitab al-Mursyidul Wajiz fi ma
Yata’allaqu bil Qur’anil Aziz.
Pada
abad ke-8 H, Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang Badail Qur’an. Ibn Qayyim menulis tentang Aqsamul
Qur’an. Najmuddin at-Tufi menulis Hujajul Qur’an. Badruddin Zarkasyi
menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
Pada
abad ke-9 H, Jalaluddin al-Bulqini mengarang kitab Mawaqiul Ulumi
min Mawaqi’in Nujumi. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji menulis tentang At-Tafsir
fi Qawaidit Tafsir. Jalaluddin as-Suyuthi menulis kitab At-Tahbir fi Ulumit
Tafsir dan al-Itqan fi Ululmil Qur’an. Setelah lahirnya karya
monumental as-Suyuthi perkembangan ulumul qur’an mengalami kefakuman hingga
abad 13.
Pada
abad ke-13 H, perhatian ulama terhadap ulumul qur’an bangkit kembali
seiring dengan kebangkitan perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.
Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an
Terdapat tiga pendapat tentang sejarah lahirnya istilah ulumul
qur’an:
1. Istilah ulumul qur’an digunakan pertama kali pada abad ke-7
H.
2. Menurut al-Zarqani berpendapat lahirnya istilah ulumul
qur’an seiring dengan dikarangnya kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karya
Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal dengan sebutan al-Hufi. Berdasarkan ini
istilah ulumul qur’an lahir pada abad ke-5 H.
3. Menurut Subhi as-Salih, orang yang pertama kali menggunakan
istilah ulumul qur’an adalah Ibn al-Mirzaban. Pendapat ini berdasarkan
kajiannya tentang kitab-kitab yang menggunakan istilah ulumul qur’an.
Menurutnya yang paling tua adalah kitab yang dikarang Ibn al-Mirzaban pada abad
ke-3 H.
Urgensi Mempelajari Ulumul Qur’an:
1. Untuk dapat memahami kalam Allah, sejalan dengan penjelasan
Rasulullah saw, serta pendapat yang dikutip sahabat, dan tabi’in dari Nabi
tentang kandungan al-Qur’an.
2. Untuk dapat mengetahui cara dan gaya yang digunakan para mufassir dalam
menafsirkan al-Qur’an disertai penjelasan dari ahli tafsir ternama serta
kelebihan-kelebihannya.
3. Untuk mengetahui persyaratan dalam menafsirkan
al-Qur’an.
Apabila anda membaca
Al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan anda. Tetapi bila anda membacanya
sekali lagi, akan anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan
makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai anda menemukan
kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau
mungkin benar. Ayat-ayat Al-Qur’an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan
cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak
mustahil, jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan
melihat lebih banyak ketimbang apa yang anda lihat. (Abdullah Darraz dalam
al-Naba’ al-Azhim)
Al-Qur’an memberikan
kemungkinan arti yang tidak terbatas … kesan yang diberikannya mengenai
pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlak… dengan demikian,
ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru), tidak pernah pasti dan
tertutup dalam interpretasi tunggal, demikian kata Mohammed Arkoun.
(Tulisan ini disampaikan dalam perkuliahan Ulumul Quran oleh dosen FAI-UMS. bapak Nurul Huda)
tetap berjuang dalam mencari ilmu khususnya ilmu agama,lebih ditambahkan lagi materinya biar tambah kuat teorinya
BalasHapusok akhy,syukran atas masukannya.....
BalasHapus