QAIDAH
FIQIYAH TENTANG „RUKHSHAH‟ DAN „AMAL‟
Barang
siapa yang terpaksa dengan tidak mengharapkan dan tidak mengulangi maka tidak
ada dosa atasnya Rukhshah tidak dapat dikaitkan dengan ma'siat
Contoh-contoh:
1.Tidak boleh karena safar, mengharapkan sesuatu, seperti; qashar, jama shalat
dan buka shaum.
2.Tidak boleh karena safar, mengharapkan darurat sehingga Ia
dapat makan daging babi
3.Menurut asal, tidak boleh beristinja dengan makanan .
karena istinja dengan batu adalah rukhshah.
Rukhshah
tidak dapat dikaitkan dengan syak/ ragu
Contoh-contoh:
1.Wajib
mencuci kaki bagi yang ragu-ragu bolehnya mengusap sepatu
2.Wajib shalat taam,
/ sempurna bagi yang ragu bolehnya qashar shalat
Pahalamu
sebanding dengan kepayahanmu
Sesuatu
yang banyak pekerjaan lebih banyak keutamaan
Contoh-contoh
1.Memisah misahkan rakaat dalam witir lebih baik daripada menyambungkannya
dalam satu salam, karena tambah niat, takbir, dan jumlah salam.
2.Shalat sunat
duduk,separah ganjaran berdiri, dan berbaring separah shalat duduk
3.Menjalankan sendiri-sendiri dua macam ibadah lebih baik daripada menjalankan
dengan merangkapnya.Misalnya melakukan haji Ifrad , lebih baik dari pada haji
qiran
Catatan:. Kaidah ini untuk umum, tidak berlaku jika ada dalil khusus
1.Shalat
Dhuha 12 rakaat, tidak lebih baik dari 8 Karena 8 sering Nabi kerjakan.
2.Shalat witir
3 Rakaat, lebih baik dari 5,7,9 karena haditsnya lebih kuat
3.Shalat berjamaah 1 x lebih baik dari 27 x shalat munfarid, karena ada dalil
4.Bersedekah semua daging kurban, tidak lebih baik, dari sidkahnya setelah
diambil barang untuk mencicipi
Referensi:
Abdul
Hamid Hakim, Mubadi Awalliyah, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Abdul
Hamid Hakim, As-Sulam, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Mukhtar
Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Al-Ma’arif,1986
Abdul
Mujib, Al-Qowa’-Idul Fiqhiyyah, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1984
Utsman M, Qaidah-qaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah, Raja
Grafindo Persada 1996
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)