اذ اختلفت الحقيقة العرفية والحقيقة الغوية فى تفسير كلام الله
تعالى قدمت
العرفية
Jika terdapat perselisihan antara
makna hakikat ’urf (tradisi/kebiasaan arab) dengan makna hakikat kebahasaan di dalam menafsirkan
al-Qur’an maka makna hakikat ‘urf harus diutamakan
•
Jika
ada kontradiksi antara makna hakikat yang dikehendaki oleh ’urf
(tradisi/kebiasaan) dengan makna hakikat yang dikehendaki bahasa di dalam
menafsirkan dan memahami al-Qur’an, dan tidak ada makna hakikat yang
dikehendaki syara’, serta tidak ada dalil dan katerangan yang menunjukan salah satu di antara keduanya, maka yang
harus diutamakan adalah makna hakikat yang dikehendaki ‘urf atau adat kebiasaan
yang sudah berlaku dalam bangsa Arab.
•
Hal
ini karena dalam ‘urf terdapat
bahasa yang berjalan dan berlaku, sehingga dengan sendirinya pola pembiasaan
dan kebiasaan lebih dapat dipahami dan diterima dari pada makna bahasa itu
sendiri.
•
Syarat
dalam mengedepankan makana ‘urf adalah sebagai berikut :
1.
‘Urf atau adat kebiasaan tersebut ada dan
terjadi pada zaman Rasul Saw, atau sudah ada sebelum kedatangan Rasul Saw. Atau makna urf selama dan ketika ayat
al-Qur’an turun.
2.
Keberadaan ‘urf tersebut teratur dan diikuti
mayoritas masyarakat.
3.
Di dalam makna hakikat ‘urf tersebut tidak
ditemukan makna hakikat syara’.
Contoh aplikasi kaidah ini adalah QS. At-Taubah ayat 60 : Pada ulama
berbeda pendapat ketika mengartikan kata سبيل
الله pada ayat di atas. Ada yang memaknai perjuang dijalan Allah,
pencari ilmu atau berusaha taat kepada Allah. Tentau dari sekian makana kata
sabilillah dalam ayat ini secar urf dipahami oleh khalayak umum sebagai berjihad dijalan Allah.
Tulisan ini disadur dan
disampaikan dalam perkuliahan Qawaid Tafsir di Pondok Shabran oleh Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)