KAIDAH
FIQHIYYAH TENTANG ”DHARURAT”
Apa yang diperbolehkan karena darurat, hendaklah diukur dengan Ukurannnya.
Contoh:
1.
Tidak boleh yang darurat makan yang diharamkan kecuali sekedar memenuhi rasa
lapar.
2.
Menegur orang dengan cara sindiran, dipandang cukup, dan tidak boleh pindah
dengan cara yang lebih kasar. Dan jika cukup satu kali teguran, tidak boleh
untuk yang ke dua kali
3.
Seorang dokter bermaksud memeriksa orang sakit yang bukan muhrim, hendaklah
menutupi semua auratnya, tidak membukanya, kecuali yang diperlukan
4.
Tidak boleh mengawinkan orang gila lebih dari satu kali karena adanya hajat
Hajat (keperluan) kadang menempati tempat darurat
Contoh:
1. Diperbolehkan Ji’alah = menjanjikan upah atau hadiah kepada yang
berjasa, karena diperlukan orang banyak
2.
Diperbolehkan Hawalah = memindahkan kewajiban membayar utang kepada
orang lain / bayar utang dengan utang, karena diperlukan
3.
Boleh melihat perempuan yang bukan muhrim, karena khitbah atau mu’amalat
4. Boleh tengah sawah
dan sewa sawah karena keperluan dalam kehidupan
Referensi:
Abdul
Hamid Hakim, Mubadi Awalliyah, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Abdul
Hamid Hakim, As-Sulam, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929
Mukhtar
Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Al-Ma’arif,1986
Abdul
Mujib, Al-Qowa’-Idul Fiqhiyyah, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1984
Utsman M, Qaidah-qaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah, Raja
Grafindo Persada 1996
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)