حمل نصوص الوحي على الحقيقه
Wajib memaknai teks al-Qur`an atas
makna hakiki (bukan majazi atau metafora)
Kaidah asal dalam memahami teks al-Quran dan al-Hadits adalah berdasarkan
pada makana hakekat bukan makna majazi, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan
makna selain hakiki.
Kaidah ini menjelaska tentang
kewajiban menggunakan dan menafsirkan teks sesuai makna hakikat dan lahirnya,
karena hukum asal dalam perkataan adalah apa yang terucap. Berdasarkan kaidah
ini jika ada pertentangan antara ulama ahli tafsir dalam menafsirkan ayat
al-Qur’an tentang penggunaan makna hakikat dan majaz maka yang dibenarkan
adalah mereka yang menggunakan makna hakikat.
Sebagian ulama membolehkan
penggunaan majaz untuk menafsirkan al-Qur’an jika memang itu dibutuhkan,
seperti:
- Adanya penjelasan atau alasan untuk tidak menggunakan makna hakikat
- Adanya petunjuk (qarinah) yang mengharuskan perpindahan makna dari hakikat ke majaz.
Meskipun demikian ada sebagian
ulama yang sama sekali tidak menerima adanya majaz dalam al-Qur’an, sebagaimana
yang dipegang oleh as-Syanqithi.
Dan terlepas dari perbedaannya,
para ulama sepakat bahwa tidak ada majaz terhadap ayat-ayat yang menerangkan
sifat Allah dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah gaib seperti
surga, neraka, mizan shirath dan sebagainya. Seperti dalam al-Maidah:64 dan shad:75. diamaknai secara hakiki tanpa harus
menyamakan Allah dengan makhluknya. Sebagaiman ditegaskan dalam as-Syura:11.
Tulisan ini disadur dan
disampaikan dalam perkuliahan Qawaid Tafsir di Pondok Shabran oleh Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)