Apabila ada lafadz yang mengandung pengertian musytarok atau mufrod maka
dibawa pada ma’na mufrod.
• Kata Musytarok: satu lafadz yang
memiliki dua ma’na yang berbeda atau
lebih. Contoh: lafadz “ain” yang
berarti mata kepala, matahari, mata air atau mata-mata.
• Menurut Imam Zarkasyi: kata musytarok merupakan khilaful asal, artinya menyelisihi aturan asal dalam bahasa.
Karena setiap kata pada awalnya itu digunakan untuk menunjukkan satu
makna. Maka jika kita tidak
mengetahui apakah ia musytarok atau bukan, maka pada umumnya dihukimi tidak adanya musytarok. Contoh penerapan qoidah, dalam An-Nisa’:
22 dalam ayat itu terdapat kata
nikah yang memiliki ma’na musytarok yang berma’na akad dan jima’. Sebagian ulama’, nikah diartikan jima` atau persetubuhan. dengan alasan antara lain: bahwa makna jima’
adalah yang sesungguhnya/haqiqi, dan akad adalah yang majazi. Dan ada pula ualama yang mengatakan
sebaliknya. Dan menurut pendapat yang
kuat bedasarkan qoidah ini bahwa lafadz tersebut bukan lafadz musytarok. Tetapai harus dibawa pada salah
satu dari keduanya baik itu
jima’ atau akad.
• Termasuk juga dalam qoidah ini
antara lain:
1. Apabila
ada perkara yang jatuh antara idhmar (dhomir) dan musytarok maka yang
diutamakan adalah idhmarnya.
2. Apa
bila ada perkara yang jatuh antara tahsis dan musytarok maka yang diutamakan
adalah tahsisnya.
Apabila ada perkara yang jatuh antara naql dan
musytarok maka yang diutamakan adalah naqlnya.Tulisan ini disadur dan disampaikan dalam perkuliahan Qawaid Tafsir di Pondok Shabran oleh Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment (شكرا)